11 Anak di Toba Jadi Korban Kekerasan Seksual, Data Januari-Mei 2023

DELFMRADIO.co.id – TOBA

Miris rasanya mengetahui bahwa data korban kekerasan seksual pada anak terus berjatuhan. Data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Perempuan dan Perlindungan Anak (PMDP- PA) Toba ada 11 anak yang sudah menjadi korban, tercatat mulai Januari hingga Mei 2023.

Pelaku pelecehan ini beragam, mulai dari pacar, mantan pacar, tetangga, opung hingga bapak kandung. Orang terdekat yang seharusnya menjadi tempat untuk ‘pulang’ kini berubah menjadi tempat yang menakutkan.

Baca juga | Begini Gambaran Prabu di SMA Unggul Del, Tak Ada Perpeloncoan!

Jalan- Jalan ke Toba Caldera Resort Bareng Keluarga, Astrid Tiar: Keren Banget!

Menurut Irna, Staf Rumah Faye Batam yang terkenal fokus melawan perdagangan, kekerasan, dan eksploitasi terhadap anak, kekerasan seksual dari orang terdekat cenderung terjadi karena adanya relasi kuasa. Pelaku kerap mengancam korban atau anak untuk diam dan tidak melawan.

Alhasil korban tidak mampu berkutik karena menganggap pelaku adalah orang terdekat yang punya ‘relasi’ dan ‘kuasa’ atas dirinya.

“Pelaku yang tingkahnya buruk ini seringkali menggunakan relasi kuasa. Pelaku membuat korban tidak berdaya apalagi masih usia anak, untuk melawan. Korban menjadi takut dan bungkam karena berbagai ancaman,” jelas Irna.

Itulah mengapa, Irna menyebut bahwa anak-anak perlu mendapat edukasi seksual sejak dini. Anak-anak perlu memahami bahwa orang lain termasuk ayah sekalipun tidak boleh menyentuh tubuh mereka secara sembarangan karena tubuh mereka berharga.

“Ajari anak bahwa sentuhan sayang boleh terjadi di bagian kepala, tangan dan kaki. Sementara sentuhan di bagian tubuh yang tertutup baju, hanya boleh disentuh oleh diri sendiri atau ibu dan dokter yang sedang memeriksa kalau sedang sakit. Jika ada yang melanggar, ajar anak agar tidak takut melapor,” katanya.

Lapor Jika Terlanjur

Irna tidak menampik, meski aksi pencegahan sudah diupayakan, potensi bahwa kekerasan seksual akan terjadi pada anak akan tetap terbuka. Jadi jika itu terjadi, Irna mengatakan, korban bersama orang terdekat jangan ragu dan harus berani melapor ke pihak berwajib.

“Ingatlah setiap anak yang menjadi korban kekerasan akan berdampak pada trauma. Jadi kasihan rasanya jika anak tidak mendapat keadilan,” ujarnya.

Menurut Irna, masyarakat atau keluarga korban tidak perlu menutup-tutupi kasus kekerasan apalagi menganggapnya sebagai aib. Jadi pada dasarnya, semua tindakan orang-orang sekitar harus menunjukkan keberpihakan kepada korban.

Selain pelaporan ke pihak polisi, Irna menyebut ada beberapa lembaga lain yang bisa menjadi tempat pengaduan oleh pihak keluarga korban. Misalnya, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), atau Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupa (DP3AP2KB) terdekat.

Layanan pemulihan di rumah aman seperti Rumah Faye juga bisa jadi tempat untuk menangani pemulihan anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Apa boleh buat, kata Irna, kalau rumah sudah tidak aman setidaknya bawa anak ke psikolog.

“Berikan aktivitas dan terus dampingi, karena jika tidak, korban akan stress, depresi bahkan bunuh diri,” jelasnya.

Irna juga menyarankan agar sebaiknya pihak terdekat melakukan screening juga pada keluarga korban. Hal itu untuk melihat keberpihakan keluarga memang untuk korban atau pelaku.

Jika mendukung korban, arahkanlah pemulihan korban ke tempat terpercaya. Tapi jika sebaliknya, keluarga mendukung pelaku, sebaiknya segera carikan rumah aman bagi korban agar tidak kena hasut.

(RMN)

Leave a Comment.