17 Juni Memperingati Hari Wafat Sisingamangaraja XII, Ini Sejarah Perjuangannya!

DELFMRADIO.co.id- TOBA

17 Juni adalah hari bersejarah bagi suku Batak karena memperingati wafatnya Patuan Bosar Sinambela atau Sisingamangaraja XII.

Siapa dia? Ia adalah sosok pahlawan nasional yang lahir di Bakkara, Tapanuli pada 18 Februari 1845.

Perjuangan Sisingamangaraja XII, dalam sejarah, tercatat saat ia berjuang mempertahankan wilayah Batak dari jajahan Belanda. Ia berjuang hingga akhir hayatnya, hingga mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 19 November 1961.

Kegigihan perjuangan Sisingamangaraja XII dalam melawan penjajahan Belanda telah menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia. Wajar, Pemerintah Indonesia juga mengabadikan nama Sisingamangaraja XII sebagai nama ruas jalan di banyak kawasan di Republik Indonesia.

Baca juga: Lengkap! Jadwal Penyeberangan Kapal Ferry di Danau Toba Per Juni 2023

Baca juga: Erick Thohir Sidabutar Dukung Pesta Parna Indonesia di Samosir, 6-8 Juli 2023!

1.Bermula dari Perjanjian Inggris- Belanda

Pada tahun 1824, Inggris menyerahkan seluruh wilayah koloni di Sumatra kepada Belanda melalui Perjanjian Inggris dan Belanda (Anglo-Dutch Treaty of 1824). Hal ini membuka peluang bagi Hindia Belanda untuk mengambil paksa tanah atau menginvasi seluruh wilayah di Sumatra.

Betul saja, tepat di tahun 1873, Belanda melakukan invasi militer ke Aceh melalui Perang Aceh. Dari sana, Belanda melanjutkan invasi ke Tanah Batak pada 1878.

Baca juga: Imbau Warga Jujur Soal Data Lahan, BPS Toba: Jangan Takut Pajak!

2. Belanda Ingin Menjajah Tanah Batak

Jajahan belanda bukan saja mencakup wilayah, namun Sisingamangaraja XII menganggap ada pengajaran yang mereka bawa. Dari berbagai cerita sejarah, sebuah fakta menyebut bahwa para raja kampung Batak (huta) yang beragama Kristen sempat menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah Batak.

Pada tahun 1877, para misionaris di Silindung dan Bahal Batu bahkan meminta bantuan Pemerintah Kolonial Belanda karena merasa terancam akan diusir oleh Sisingamangaraja XII. Kemudian, Pemerintah Kolonial Belanda dan para misionaris sepakat menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bakara sekaligus menaklukkan seluruh Toba.

Pada tanggal 6 Februari 1878, pasukan Belanda tiba di Pearaja, Tarutung, tempat kediaman misionaris Ingwer Ludwig Nommensen. Bersama misionaris Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah, pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan.

Sisingamangaraja XII akhirnya terprovokasi. Ia kemudian mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan melakukan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu.

3. Perang Berkumandang

Pada 1 Mei 1878, pasukan kolonial menyerang Bakara yang merupakan pusat pemerintahan Sisingamangaraja XII. Hanya kurun waktu 3 hari, tepatnya 3 Mei 1878, seluruh wilayah Bakara telah takluk, namun Sisingamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi.

Hingga akhir Desember 1878, beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga takluk dengan Belanda. Namun, Sisingamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya alias sembunyi-sembunyi.

Hingga 5 tahun berselang, tepatnya tahun 1883-1884, Sisingamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Berkat bantuan pasukan dari Aceh, pihaknya berhasil menyerang kedudukan Belanda secara ofensif di Uluan dan Balige pada Mei 1883, serta Tangga Batu pada tahun 1884.

Baca juga: Lirik Lagu Siingoton Nauli, Singel Baru Dari William Nababan

4. Sisingamangaraja XII Wafat

Pasukan khusus Belanda, Korps Marsose, berhasil menyergap Sisingamangaraja XII hingga tewas pada 17 Juni 1907. Penyergapan tersebut berlangsung di kawasan Sungai Aek Sibulbulon, di suatu desa bernama Si Onom Hudon, di perbatasan Humbang dengan Dairi.

Sisingamangaraja XII menghadapi pasukan Korps Marsose sambil memegang senjata pusaka Piso Gaja Dompak. Naas, Kopral Souhoka, seorang penembak jitu pasukan Marsose, mendaratkan tembakan ke kepala Sisingamangaraja XII tepat di bawah telinganya.

Menjelang nafas terakhir, ia tetap berucap, “Ahu Sisingamangaraja” (bahasa Indonesia: “Aku Sisingamangaraja”). Turut gugur bersamanya adalah kedua putranya, Patuan Nagari Sinambela dan Patuan Anggi Sinambela, serta putrinya, Lopian br. Sinambela.

Sementara keluarganya tertawan di Tarutung, Sisingamangaraja XII kemudian dikebumikan oleh Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung. Sebelum itu, mayatnya lebih dulu diarak dan dipertontonkan kepada masyarakat Dairi.

Beberapa waktu kemudian, makam Sisingamangaraja XII dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953.

(RMN)

Leave a Comment.